SUGENG RAWUH TO DBUNK BLOG _"sekilas berbagi sedikit mengerti mungkin lebih berarti"_

20.7.12

Belajar dari Sebatang Pohon

Ya sebuah pohon besar.

Pohon besar yang memberikan sebuah inspirasi dan pelajaran bagiku dalam menghadapi kehidupan dunia yang sangat kejam ini. Perjalanan melalui trotoar tanpa kita sadari sudah melewati begitu banyak pepohonan. Namun selama ini kita belum sadar bahwa begitu banyak hikmah hidup yang dapt kita ambil dari sebatang pohon. Pohon besar seperti akasia, angsana, beringin, atau yang sedang populer yakni trembesi ternyata membawa begitu banyak pelajaran dan hikmah hidup bagi kita yang cermat dan peka terhadap ciptaan Allah SWT.

Ada beberapa pelajaran yang dapat saya ambil ketika sedang merenungi hikmah hidup dari pohon-pohon besar tersebut, antara lain :

1. pohon yang besar berasal dari sebutir biji yang sangat kecil.

Yah pelajaran pertama ini sangat penting bagi kita. Kita yang menginginkan menjadi “orang” harus banyak belajar dari sebatang pohon besar di pinggir jalan. Untuk menjadi sebesar itu sebatang pohon beringin berdiameter enam puluh inci tidak tiba-tiba menjadi besar. Tetapi pohon tersebut menjalani proses yang sangat panjang dan berliku. Paling penting adalah pohon sebesar itu pada awalnya hanyalah sebutir biji yang ukurannya tak lebih dari sebesar tahi lalat. Namun biji kecil tersebut dapat berkembang menjadi pohon yang sangat besar dan menghasilakan begitu banyak buah yang mengandung banyak biji kecil lain.

Perkembangan dari sebutir biji tidak dalam waktu yang singkat tetapi melewati proses panjang. Waktu yang sangat lama akhirnya “membentuk” pohon itu menjadi besar. Begitu banyak halangan dan rintangan yang dihadapi untuk menjadi sebesar sekarang. Hikmah yang dapat kita ambil adalah bahwa untuk menjadi “besar” kita harus melalui proses yang cukup panjang. Justru yang sering terjadi banyak orang yang memiliki orientasi hanya pada hasil dan bukan pada prosesnya. Walhasil ketika menghadapi kegagalan kita akan sakit hati yang luar biasa jika berorientasi pada hasil.

Budaya instan yang selama ini menggerogoti manusia indonesia sudah sangat parah dan kritis. Orang hanya berfikir bagaimana cara untuk mewujudkan suatu keinginan tanpa berfikir bagaimana cara memperolehnya dengan jalan yang benar. Seringkali jalan irasional sering ditempuh untuk mewujudkan keinginan mereka. Padahal jika kita mengorientasikan hidup kita pada prosesnya maka ketika akan mengalami kegagalan kita tidak akan merasakan sakit. Sebab sejak awal kita menginginkan untuk menjalani prosesnya. Begitupun ketika kita mencapai keberhasilan maka kita akan merasakan hal yang luar biasa menyenangkan. Kita akan memperoleh dua hal yakni ilmu dari proses tersebut dan keberhasilan yang kita genggam.

2. semakin tinggi pohon maka makin kencang pula angin yang menerpanya.

Mungkin kalimat ini sudah sangat familiar bagi kita yang sering menghadapi masalah dan curhat dengan orang lain. Orang lain sering menggambarkan bahwa kita harus sekuat pohon yang semakin tinggi pohon tersebut maka cobaan yang menerpa juga semakin besar. Menjadi masalah ketika banyak orang yang tidak tahan ketika menghadapi sebuah ujian dan cobaan. Mereka merasa ujian yang dihadapi menjadi semakin berat. Hal ini lumrah dan wajar jika menghadapi masalah.

Teman wanita saya yang paling bijak pernah berujar bahwa kita menghadapi ujian yang berbeda setiap harinya, dan ujian tersebut akan menjadi semakin berat karena memang kita telah melewati ujian sebelumnya. Karena kita berhasil melewati rintangan yang ringan mengakibatkan kita merasa berat ketika menghadapi masalah baru. Hal ini dapat dianalogikanseperti proses belajar kita di waktu sekolah dasar. Tingkat kesulitan soal antara anak kelas satu sekolah dasar dengan kelas tiga SMP sangat berbeda. Begitu pula dengan hidup kita yang harus melalui kelas dua, tiga, empat dan seterusnya barulah kita mencapai tahap yang kita tuju.

Paling penting dan harus diingat adalah ujian tidak akan pernah berhenti selama bumi masih berputar dan jantung kita masih berdegup. Pilihan kita hanya ada dua kala menghadapi masalah yakni sabar dan tidak sabar. Sabar di sini jangan diartikan sebagai definisi sabar sebagian orang. Sabar di sini bukan berarti diam saja tanpa melakukan apa-apa. Sabar juga dapat ditempuh dengan berusaha yang keras dan gigih setelah itu dilengkapi dengan doa dan ikhtiar pada Allah SWT.

3. tumbuh menjadi besar, kuat, dan berguna bagi kita meskipun diabaikan oleh manusia.

Seringkali kita merasa kesal ketika orang mengabaikan kita dan tidak memperhatikan kita. Hal ini lumrah dan wajar sebab manusia memang sebagai makhluk sosial dan membutuhkan perhatian dari sesamanya. Namun akan berdampak buruk bila kita terlalu berharap pada perhatian orang. Kita akan merasa kecewa ketika tidak ada memperhatikan kita. Layaknya sebuah pohon yang diam membisu kita juga harus memposisikan diri sedemikian rupa. Ketika manusia asyik dengan dunianya dan mengabaikan pohon itu sang pohon tetap tumbuh dan berkembang. Meskipun tidak diperhatikan namun pohon itu tetap tumbuh besar dan terus menaungi dan melindungi manusia kala panas dan hujan.

Belajar bijak dari sebuah pohon kita dapat mengambil intisari bahwa kita tidak selamanya harus tergantung dengan orang lain. Sejak awal kita sudah harus membangun kemandirian diri. Bergantung pada orang lain boleh saja namun jangan berlebihan, karena kita harus menggantungkan harapan kita hanya pada Allah Rabb alam semesta ini.

Patut dicermati bahwa pohon tersebut tidak pernah sakit hati dengan perlakuan manusia. Manusia masih diizinkan untuk berteduh dan mengambil ranting-rantingnya untuk kayu bakar. Inilah sikap yang seharusnya kita contoh dari pohon. Yang sering terjadi adalah kita “ngambek” dengan orang yang mengacuhkan kita. Kita menjadi tidak ramah dan cenderung memusuhi orang itu. Tetapi contohlah pohon yang terus menebarkan cinta dan kasih sayang kepada makhluk yang mungkin pernah menayakitinya.

4. memberikan perlindungan kepada makhluk lain.


Kita cermati setiap pagi ketika matahari baru keluar dari peraduannya dan memancarkan sinar temaram yang lembut di pagi hari. Kicauan burung yang keluar dari sarangnya untuk mencari makan menyadarkan kita. Burung kecil itu baru saja meninggalkan sarangnya yakni sebatang pohon tua yang besar. Pohon tua itu memberikan perlindungan secara Cuma-Cuma kepada burung kecil. Tanpa pernah berfikir bagaimana agar burung membalas budi kebaikan yang ditawarkan oleh si pohon tua. Pohon tua yang tetap terlihat kokoh di usia senjanya itu memberikan perlindungan bagi burung kecil besarta anak-anaknya yang masih lemah dan tidak mampu untuk terbang.

Bahkan yang luar biasa adalah pohon menawarkan makanan berupa serangga kayu yang sangat lezat dan bergizi bagi anak-anak burung. Tidak hanya burung ternyata begitu banyak makhluk hidup yang tinggal di sana atas kebaikan si pohon tua itu. Berbagai macam binatang mulai dari cicak, semut, laba-laba, serangga, lebah, ulat , sampai tupai dan bahkan kera sekalipun ternyata memiliki keterkaitan dan keterikatan dengan pohon. Satu hal yang patut dicermati adalah keikhlasan yang dicontohkan oleh si pohon tua yang tidak pernah mengharapkan balsan.

Lain lagi dengan manusia yang pola pikirnya sudah diracuni dengan pola pikir ekonomis. Bahkan ada adagium sesat “tidak akan ada makan siang gratis hari ini” yang membuat kita selalu berfikir tentang pamrih dan balasan. Cobalah untuk mencontoh pohon besar itu yang ikhlas membantu makhluk lain untuk tetap hidup. Ternyata tanpa mengharap balsanpun hewan tak berakal tersebut ternyata lebih pandai membalas budi dari pada manusia. Lebah turut membantu penyerbukan buah. Burung turut membantu membasmi serangga yang merusak pohon serta menyebarkan biji pohon ke daerah lain. Dan begitu banyak kebaikan yang dilakukan hewan yang ternyata lebih bisa membalas budi dari pada manusia yang dibekali akal fikiran.

5. memberikan manfaat bagi manusia ketika mati.

Kematian bukan akhir segalanya bagi manusia. Setelah kematian kita akan dihadapkan pada kehidupan yang baru. Bagi sebatng pohon demikian pula adanya. Kematian sebuah pohon ditandai dengan semakin banyaknya ranting yang berguguran. Namun kematian bagi sebuah pohon adalah sebagai awal kehidupan baru. Kehidupang yang mungkin belum pernah terbayngkn sebelumnya. Entah menjadi meja, kursi, atau menjadi kayu bakar yang habis oleh jilatan api. Namun satu hal yang patut dicermati bahwa kematian sebatang pohon di satu sisi selalu dihadapkan dengan kemanfaatan dilain sisi.

Belajar dari sebatang pohon tidaklah salah. Selama ini kita sering menganggap keberadaan mereka tidak ada. Akan tetapi jikalau kita cermati sebaik mungkin kita akan temukan rahasia sukses hidup dari sebatang pohon.

Sumber : http://fatahilla.blogspot.com/2008/12/belajar-dari-pohon.html

1.7.12

Waktu-waktu Terlarang untuk Shalat Tahiyatul Masjid


‘Uqbah bin ‘Amir z berkata:
ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ النَّبِيُّ n يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيْهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيْهِنَّ مَوْتَانَا: حِيْنَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِيْنَ يَقُوْمُ قَائِمُ الظَّهِيْرَةِ حَتَّى تَمِيْلَ الشَّمْسُ، وَحِيْنَ تَضَيَّف لِلْغُرُوْبِ حَتَّى تَغْرُبَ
“Ada tiga waktu di mana Nabi n melarang kami untuk melaksanakan shalat di tiga waktu tersebut atau menguburkan jenazah kami, yaitu ketika matahari terbit sampai tinggi, ketika seseorang berdiri di tengah hari saat matahari berada tinggi di tengah langit (tidak ada bayangan di timur dan di barat) sampai matahari tergelincir dan ketika matahari miring hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam.” (HR. Muslim no. 1926)
Dalam hadits di atas kita pahami ada tiga waktu yang terlarang bagi kita untuk melaksanakan shalat di waktu tersebut, yaitu:
1. Ketika matahari terbit sampai tinggi
2. Saat matahari di tengah langit, ketika tidak ada bayangan benda di timur dan di barat
3. Ketika matahari hendak tenggelam sampai benar-benar tenggelam

Dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri z disebutkan, termasuk waktu yang dilarang untuk shalat adalah setelah shalat subuh sampai matahari tinggi dan setelah shalat ashar sampai matahari tenggelam. Rasulullah n bersabda:
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيْبَ الشَّمْسُ
“Tidak ada shalat setelah subuh sampai matahari tinggi dan tidak ada shalat setelah ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Al-Bukhari no. 586 dan Muslim no. 1920)
Adapun sebab dilarangnya shalat di tiga waktu di atas (pada hadits ‘Uqbah bin ‘Amir z) disebutkan dalam hadits berikut ini:
‘Amr bin ‘Abasah z mengabarkan tentang pertemuannya dengan Nabi n di Madinah setelah sebelumnya ia pernah bertemu dengan beliau ketika masih bermukim di Makkah. Saat bertemu di Madinah ini, ‘Amr bertanya kepada beliau tentang shalat maka beliau memberi jawaban:
صَلِّ صَلاَةَ الصُّبْحِ ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ حَتَّى تَرْتَفِعَ، فَإِنَّهَا تَطْلُعُ حِيْنَ تَطْلُعُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِيْنَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ؛ ثُمَّ صَلِّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُودَةٌ مَحْضُوْرَةٌ، حَتَّى يَسْتَقِلَّ الظِّلُّ بِالرُّمْحِ، ثُمَّّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ، فَإِنَّ حِيْنَئِذٍ تُسْجَرُ جَهَنَّمُ. فَإِذَا أَقْبَلَ الْفَيْءُ فَصَلِّ فَإِنَّ الصَّلاَةَ مَشْهُوْدَةٌ مَحْضُورَةٌ، حَتَّى تُصَلِّيَ الْعَصْرَ، ثُمَّ أَقْصِرْ عَنِ الصَّلاَةِ حَتَّى تَغْرُبَ الشَّمْسُ، فَإِنَّهَا تَغْرُبُ بَيْنَ قَرْنَيْ شَيْطَانٍ، وَحِيْنَئِذٍ يَسْجُدُ لَهَا الْكُفَّارُ
“Kerjakanlah shalat subuh kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat ketika matahari terbit sampai tinggi karena matahari terbit di antara dua tanduk setan dan ketika itu orang-orang kafir sujud kepada matahari. Kemudian shalatlah karena shalat itu disaksikan dihadiri (oleh para malaikat) hingga tombak tidak memiliki bayangan, kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat karena ketika itu neraka Jahannam dinyalakan/dibakar dengan nyala yang sangat. Apabila telah datang bayangan (yang jatuh ke arah timur/saat matahari zawal) shalatlah karena shalat itu disaksikan dihadiri (oleh para malaikat) hingga engkau mengerjakan shalat ashar (terus boleh mengerjakan shalat sampai selesai shalat ashar, pent.), kemudian tahanlah dari mengerjakan shalat hingga matahari tenggelam karena matahari tenggelam di antara dua tanduk syaitan dan ketika itu orang-orang kafir sujud kepada matahari.” (HR. Muslim no. 1927)
Al-Imam An Nawawi t berkata, “Umat sepakat tentang dibencinya shalat yang dikerjakan tanpa sebab pada waktu-waktu terlarang tersebut. Mereka juga sepakat bolehnya mengerjakan shalat fardhu yang ditunaikan pada waktu-waktu terlarang tersebut. Adapun untuk shalat nawafil (shalat sunnah) yang dikerjakan karena ada sebab, mereka berbeda pendapat. Seperti shalat tahiyatul masjid, sujud tilawah dan sujud syukur, shalat id, shalat kusuf (gerhana), shalat jenazah dan mengqadha shalat yang luput dikerjakan. Mazhab Asy-Syafi’i dan satu kelompok membolehkan semua itu tanpa ada karahah (kemakruhan). Mazhab Abu Hanifah dan yang lainnya memandang semuanya masuk ke dalam larangan karena keumuman hadits-hadits yang melarang. Al-Imam Asy-Syafi’i t dan orang-orang yang sependapat dengannya berargumen bahwa telah tsabit (shahih) dari perbuatan Nabi n bahwa beliau mengqadha shalat sunnah yang mengikuti shalat zuhur setelah shalat ashar1. Ini jelas menunjukkan tentang bolehnya mengqadha shalat sunnah yang luput dikerjakan pada waktunya. Tentunya kebolehan untuk mengerjakan shalat sunnah yang memang pada waktunya lebih utama lagi. Dan mengerjakan shalat faridhah (wajib) yang diqadha karena luput dari waktunya lebih utama lagi. Termasuk dalam kebolehan ini adalah shalat yang dikerjakan karena ada sebab.” (Al-Minhaj, 6/351)
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani t berkata setelah membawakan ucapan Al-Imam An-Nawawi t di atas, “Penukilan ijma’ dan kesepakatan oleh Al-Imam Nawawi perlu dikomentari. Karena, selain beliau telah menghikayatkan dari sekelompok salaf tentang bolehnya shalat di waktu-waktu terlarang secara mutlak sementara hadits-hadits yang melarang tersebut mansukh (dihapus hukumnya) –menurut pendapat Dawud dan selainnya dari ahlu zahir, dan ini yang dipastikan oleh Ibnu Hazm t–; ada pula penghikayatan dari kelompok yang lain tentang larangan secara mutlak dalam seluruh shalat. Didapatkan adanya berita yang shahih dari Abu Bakrah dan Ka’b bin Ujrah tentang larangan mengerjakan shalat fardhu pada waktu-waktu terlarang ini. Ulama yang lainnya menghikayatkan adanya ijma’ tentang bolehnya shalat jenazah di waktu-waktu yang makruh. Namun pendapat ini perlu dikomentari dengan penjelasan yang akan datang pada babnya. Ibnu Hazm t dan selainnya ketika menyatakan mansukh-nya hadits yang menyebutkan waktu-waktu terlarang shalat, mereka bersandar dengan hadits:
مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَلْيُصَلِّ إِلَيْهَا أُخْرَى
“Siapa yang mendapati satu rakaat subuh sebelum matahari terbit maka hendaklah ia mengerjakan rakaat yang berikutnya.”
Maka ini menunjukkan bolehnya shalat pada waktu-waktu yang dilarang.
Namun yang lainnya mengatakan, “Pengkhususan (takhshish) lebih utama daripada menganggap adanya naskh. Sehingga pelarangan ini dibawa kepada pemahaman bahwa yang dilarang adalah shalat yang dikerjakan tanpa adanya sebab. Adapun shalat yang memiliki sebab maka dikhususkan dari pelarangan (yakni boleh dilakukan di waktu-waktu terlarang, pent.) dalam rangka menggabungkan di antara dalil-dalil yang ada.” (Fathul Bari, 2/78)
Penulis Taisirul ‘Allam Syarhu ‘Umdatil Ahkam berkata, “Ulama berbeda pendapat tentang shalat di waktu-waktu terlarang. Jumhur ulama berpandangan dibencinya mengerjakan shalat di waktu tersebut. Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang shahih ini dan selainnya. Zahiriyah berpandangan bolehnya shalat di waktu tersebut. Adapun hadits-hadits yang melarang, mereka mengatakannya mansukh. Namun semua hadits yang mereka anggap mansukh, ulama menjadikannya termasuk bab membawa nash yang muthlaq kepada yang muqayyad, atau membangun yang khusus di atas yang umum. Tidak perlu menghukumi mansukh kecuali bila nash-nash tersebut tidak mungkin dikumpulkan/digabungkan. Sementara nash-nash dalam masalah ini mungkin bahkan mudah dikumpulkan.
Kemudian ulama berbeda pendapat lagi, shalat apa sajakah yang dilarang untuk dikerjakan di waktu-waktu tersebut?
Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah berpandangan yang dilarang adalah seluruh shalat sunnah kecuali dua rakaat thawaf. Mereka berdalil dengan keumuman larangan yang disebutkan dalam hadits-hadits.
Asy-Syafi’iyyah dan satu riwayat dari Al-Imam Ahmad, serta pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan sekelompok muridnya, yang dilarang adalah shalat-shalat sunnah yang dikerjakan tanpa sebab. Adapun yang memiliki sebab seperti shalat tahiyatul masjid bagi orang yang masuk masjid, shalat sunnah dua rakaat setelah wudhu, maka dibolehkan ketika ada sebabnya di waktu apa saja. Dalil mereka dalam hal ini adalah hadits-hadits khusus yang menyebutkan tentang shalat-shalat ini sebagai pengkhususan bagi hadits-hadits yang berisi pelarangan secara umum2.
Dengan pendapat ini terkumpullah dalil-dalil seluruhnya dan bisa diamalkan seluruh hadits dari dua pihak yang berbeda pendapat.
Kemudian ulama berbeda pendapat lagi, apakah larangan yang ada dimulai pada waktu subuh dari mulai terbitnya fajar kedua atau dimulai dari pengerjaan shalat subuhnya?
Hanafiyyah berpendapat pelarangan dimulai dari waktu terbitnya fajar kedua. Pendapat ini juga masyhur dari mazhab Hanabilah. Mereka berdalil dengan beberapa hadits di antaranya hadits yang diriwayatkan Ashabus Sunan Al-Arba’ah (penulis kitab Sunan yang empat) dari Ibnu ‘Umar c, “Bahwasanya Nabi n bersabda:
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الْفَجْرِ إِلاَّ سَجْدَتَيْنِ
“Tidak ada shalat setelah fajar kecuali dua sujud (shalat dua rakaat).”
Hadits ini menunjukkan haramnya mengerjakan shalat sunnah setelah terbitnya fajar kecuali dua rakaat qabliyah fajar. Karena yang dimaukan dari penafian (peniadaan dalam hadits di atas dengan lafadz: “Tidak ada shalat….”-pent.) adalah pelarangan. Mayoritas ulama berpendapat larangan dimulai dari selesai pelaksanaan shalat fajar (yakni tidak ada shalat sunnah yang dikerjakan setelah mengerjakan shalat fajar/subuh, pent.) bukan dimulai dari terbitnya fajar. Mereka berdalil dengan beberapa hadits di antaranya hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Abu Sa’id z:
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
“Tidak ada shalat setelah shalat fajar sampai matahari terbit.”
Juga hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari ‘Umar ibnul Khaththab z, bahwasanya Nabi n bersabda:
لاَ صَلاَةَ بَعْدَ صَلاَةِ الصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
“Tidak ada shalat setelah shalat fajar sampai matahari terbit.”
Juga hadits-hadits selainnya yang banyak lagi shahih.
Adapun hadits yang dijadikan dalil oleh kelompok pertama, ada maqal (masih diperbincangkan). Tidak bisa dihadapkan dengan semisal hadits-hadits ini.” (Taisirul ‘Allam, 1/129)
Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

1 Ummu Salamah x berkata:
صَلَّى النَّبِيُّ n بَعْدَ الْعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ وَقَالَ: شَغَلَنِي نَاسٌ مِنْ عَبْدِ الْقَيْسِ عَنْ رَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ
“Nabi n shalat dua rakaat setelah ashar dan mengatakan, ‘Orang-orang dari Abdul Qais menyibukkan aku dari mengerjakan shalat sunnah dua raka’at setelah zuhur’.” (HR. Al-Bukhari secara mu’allaq dalam Shahih-nya, kitab Mawaqitush Shalah, bab Ma Yushalla ba’dal ‘Ashri minal Fawait wa Nahwiha)
2 Pendapat inilah yang rajih menurut penulis. Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.
Sumber : http://asysyariah.com/waktu-waktu-terlarang-untuk-shalat.html

20.5.12

SAYYIDUL ISTIGHFAR (Raja Istighfar)




“Allaahumma anta rabbii laa ilaa ha’illaa anta khalaqtanii wa ana abduka wa anaa alaa ahdika, wawa’dika mastatha‘tu a uudzu bika min syarri maa shana’tu abuu ‘ulaka bini’matika alayya wa abuu ‘ubizdanbii faghfirlii fa innahu laa yaghfirudzunuu ba illaa anta.”
Artinya:
Ya Allah Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang patut disembah hanya Engkau yang menjadikan aku. Aku hambaMu dan aku dalam genggamanMu, aku dalam perjanjian beriman dan berta’at kepadaMu sekedar kesanggupan yang ada padaku. Aku berlindung kepadaMu dari kejahatan yang aku perbuat. Aku mengakui atas nikmat yang Engkau berikan kepadaku dan mengakui atas dosaku, aku mohon keampunanMu, tidaklah ada yang dapat mengampuni dosa seseorang, hanya Engkaulah hai Tuhanku.”
RIWAYAT
Sayyidina Jabir menjelaskan: Rasulullah saw, bersabda: “Pelajarilah dengan baik istighfar utama dan amalkanlah
Makna sayyid adalah orang yang melebihi kaumnya dalam hal kebaikan dan yang berkedudukan tinggi dikalangan mereka. Nabi Shalallahu ‘alahi wa Sallam menamainya sebagai Sayyidul Istighfar (penghulu istighfar atau raja istighfar), yang demikian itu karena  melebihi seluruh bentuk istighfar dalam hal keutamaan. Dan lebih tinggi dalam hal kedudukan.
KANDUNGAN MAKNA
Ini adalah doa  agung yang mencakup banyak makna (taubat, merendahkan diri kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala dan kembali menghadap kepada-Nya).
At-Tayibi menerangkan: Sayyidul Istighfar mengandung pengertian atas hubungan erat antara seorang hamba dengan Tuhannya dan mengandung pengakuan atas kelalaian dan kelengahan manusia dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan. Padahal manusia telah membuat perjanjian ketika ia masih dalam rahim ibu (dalam alam roh) bahwa ia dalam hidupnya akan senantiasa berta’at dan berbakti kepada Tuhan. Mengakui atas nikmat-nikmat Tuhan, nikmat harta benda, nikmat kelengkapan anggota tubuh dan kesempurnaan panca indera, kesehatan badan, pikiran, kebahagiaan dan sebagainya.
Karena itu manusia senantiasa mohon perlindungan kepada Tuhan, agar nikmat-nikmat tersebut terpelihara dari kemusnahan, karena akibat perbuatan dirinya. Disamping itu manusia mengakui berdosa dan merasa sangat terbatas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan. Timbul kesadaran dari hati nurani yang tulus ikhlas disertai dengan pengharapan mohon keampunan Tuhan setiap pagi dan petang.
FADILAH SAYYIDUL ISTIGHFAR
Rasulullah saw menerangkan: “Siapa membaca istighfar utama diwaktu pagi dengan penuh keyakinan sesuai arti dan tujuan kalimat tersebut, kemudian ia meninggal pada hari itu, ialah ahli surga. Dan siapa yang membaca diwaktu sore dengan cara itu, kemudian ia meninggal pada malam hari, iapun ahli surga.
Dari Abdullah bin Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa memperbanyak istighfar, niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar; dan untuk setiap kesempitannya kelapangan; dan Allah memberi-nya rezeki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangkanya” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Hakim).
Bagi seorang spiritualis dan pelaku ilmu hikmah, amalan ini merupakan pondasi spiritual yang sangat penting. Oleh karenanya hafalkan dan amalkanlah Sayyidul istighfar ini.

Yang Kau Cari Itu Ada di Dalam Dirimu Sendiri




Syahdan , beberapa abad yang lalu seorang Aceh bernama Syeikh hamzah Fansuri mengalami kegelisahan, demi meraih kebahagiaan sejati yang begitu dirindukannya beliau berkelana menuntut ilmu dan berziarah ke berbagai tempat, sebut saja Jawa,Pasai,Mekkah hingga Persia ia kunjungi tapi kegelisahan itu tak kunjung reda.Hingga suatu hari saat bermunajat pada Ilahi, kebahagiaan yang ia cari selama bertahun-tahun datang tiba-tiba justeru saat ia berada di dalam kamarnya, di rumahnya sendiri. Selanjutnya pergumulan batinnya tersebut beliau tuangkan dalam sebait syair berikut ini :

“Hamzah Fansuri di dalam Mekkah,
mencari Tuhan di Bait Al-Ka’bah.
Dari Barus ke Qudus terlalu payah,
akhirnya dijumpa di dalam Rumah”.

Setiap orang, baik disadari maupun tidak, pasti menginginkan ketenangan dan kebahagian. Setiap insan pasti mengejar kebahagian dan ketenangan itu kesana - kemari. Sebagian mengira bahwa kebahagiaan itu ada pada uang, maka mereka berusaha mengumpulkan uang sebanyak -banyaknya. Sebagian mengira bahwa kebahagiaan itu ada pada wanita cantik, maka mereka berusaha mendapat istri cantik. Pada akhirnya setelah mendapatkan semuanya itu, ternyata mereka tetap merasa tidak puas dan tidak bahagia. Kenapa?, karena semua obyek - obyek itu memiliki keterbatasan sedangkan keinginan manusia sifatnya tak terbatas. Bagaimana mungkin sesuatu yang terbatas bisa memenuhi keinginan-keinginan kita yang tak terbatas?

Itulah sebabnya barangkali mengapa para ahli sufi- lainnya atau para tokoh spiritual sejak berabad-abad lalu sering berkata pada para muridnya ,” hendak kemana dan apa yang kau cari ?” mereka menemukan bahwa kebahagiaan dan ketengan sejati yang dicari tiu ternyata ada di dalam diri manusia.

Menurut para ahli sains, dalam diri manusia ada zat yang bisa menimbulkan ketenangan dan kebahagiaan , para ahli menyebutnya endorphine dan melatonin.Berbagai penelitian membuktikan bahwa zat tersebut biasanya muncul saat manusia melakukan aktifitas meditasi atau aktifitas sejenis yang memberikan efek meditatif.Saat awal memasuki meditasi, hormon endorphin dan melatonin yang diproduksi tubuh akan menurunkan ketegangan otak dan sistem syaraf tubuh yang kemudian gelombang otak akan terkondisikan memasuki alpha state 7–14 cps atau 8 – 13,9 Hz , yaitu suatu kondisi relaks yang mendalam.Memang saat kondisi mental seseorang sedang bersantai seperti : berjalan-jalan di taman atau melihat akuarium misalnya, gelombang otak sudah dapat memasuki kondisi Alpha awal (sekitar 10-14 hertz). Tetapi kondisi alpha yang mendalam 7-9 hertz hanya bisa didapatkan dalam keadaan meditasi atau kondisi pratidur.

Selanjutnya setelah Alpha ini , seseorang meditator akan memasuki kondisi relaksasi yang lebih dalam
yaitu Theta dan kemudian lebih dalam lagi yaitu yang disebut Delta . Theta adalah suatu trance atau kondisi tidur ayam antara 4- 7 hertz. , yaitu suatu kondisi mental-spiritual yang sangat intuitif, sedangkan Delta adalah kondisi yang lebih dalam lagi dari Tetha , yaitu berkisar antara 0,1-3,9/4 hertz, keadaan tersebut sama seperti tidur, pingsan atau koma.Dalam tradisi tasawuf kondisi Theta atau Delta sering diistilahkan sebagai Fana , lebih dalam lagi dari itu sering disebut dengan istilah Fana ul Fana, dalam Yoga kondisi ketenangan total sejenis ini biasa disebut Ananda. Dalam kondisi yang sekilas hampir sama dengan tidur, pingsan, atau koma tersebut, seorang dipenuhi dengan puncak energi kreatifitas , spiritualitas atau intutifitas, jadi banyak sekali idea , spirit atau inspirasi dari alam bawah sadar, atau dari Sumber Kebijaksanaan Tertinggi yang bisa tercurah dalam kondisi ini.

Berbeda dengan keadaan tidur biasa dimana keadaan tersebut tidak terkendali , pada seseorang yang bermeditasi , kondisi batin atau disini diistilahkan dengan gelombang otak tertentu , dapat dipertahankan dengan kendali fikiran atau kemauan.Artinya seseorang tidak langsung menuju ke Delta setelah melewati Alpha dan Theta seperti pada tidur, tetapi dalam meditasi keadaan gelombang otak tertentu yang dituju seperti Alpha atau Theta misalnya , dapat dipertahankan lebih lama.
Kajian sains belakangan ini telah membuktikan banyaknya manfaat meditasi pada kesehatan manusia.Pada tahun 1967 misalnya, Prof Dr herbert Benson dari fakultas Kedokteran Universitas Harvard mengadakan peenelitian pada 36 orang yang sedang bermeditasi . Eksperimen tersebut berhasil membuktikan bahwa para praktisi meditasi yang dijadikan objek penelitian tersebut ternyata menggunakan oksigen 17 % lebih rendah daripada manusia biasa, jantung berdenyut lebih lambat dari biasa, sementara gelombang theta dalam otak meningkat dengan jelasnya.Selanjutnya, dalam bukunya yang berjudul The Relaxion Response ilmuwan tersebut menyatakan bahwa meditasi mampu menghilangkan stress dan membuat seseorang menjadi lebih ceria.

Secara ilmiah , efek meditasi terhadap organ tubuh pun sudah dibuktikan oleh Dr. Itzhak Bentow .Dengan menggunakan alat perekam ballistocardiograph., peneliti ini membuktikan bahwa meditasi ternyata mampu mengaktifkan gelombang syaraf dalam otak. Peningkatan gelombang saraf tersebut akan meningkatkan pula koordinasi hemisfer kanan dan kiri otak, kemudian dengan adanya koordinasi yang baik, otak kanan dan kiri, maka kontrol sistem saraf otonom pun akan semakin baik pulayang kemudian akan memperbaiki sistem regulasi fungsi jantung, temperatur tubuh, aliran darah, dan oksigenasi sel serta jaringan tubuh .

Selain itu, sebagaimana yang dilaporkan majalah The Times edisi 4 Agustus 2003, meditasi ternyata dapat meningkatkan sistem imunitas tubuh atau mekanisme perlawanan alamiah tubuh terhadap penyakit.Dilaporkan pula dalam majalah tersebut bahwa dalam suatu eksperimen yang dilakukan pada 90 penderita kanker, sel-sel anti kanker meningkat setelah para objek penelitian tersebut melakukan meditasi rutin selama enam minggu berturut-turut.

Nah, karena itu masukilah zona nyaman -tenang -bahagia dalam diri anda dengan melakukan meditasi secara rutin, atau lakukanlah ibadah secara khusyuk mendalam hingga memberikan efek meditatif yang memberikan rasa ketenangan dan kenyamanan yang luar biasa dalam diri anda, atau anda dapat menikmati musik-musik meditasi-relaksasi yang tersedia, karena selain hal tersebut dapat memberikan manfaat secara fisik,emosional dan mental, hal tersebut akan pula memberikan manfaat secara spiritual yang tentunya akan mempercepat proses kesembuhan anda.Saya sangat menganjurkan anda untuk mencari guru yang tepat unutk meditasi, selanjutnya masuki ,nikmati dan arungilah zona nyaman dalam diri anda.


(Diambil dari naskah saya yg insya Allah sebentar lagi terbit Rahasia Sembuh, Buku panduan menuju sehat untuk orag yg sakit )

Sumber : GMR.Akbar kuspriadi

Ads 468x60px

Featured Posts

Template by : kendhin x-template.blogspot.com